Kumpulan Sajak Inggris & Indonesia

dok.pribadi : belakang kost

Hari ini saya menyempatkan waktu dan menyisakan kuota internet untuk mengabadikan kumpulan puisi dwibahasa saya dalam blog tepat di Hari Blogger Nasional dan Bulan Bahasa. 3 puisi dalam Bahasa Inggris ditulis awal bulan Oktober, sedangkan puisi-puisi dalam Bahasa Indonesia ditulis pada malam, sore, dan subuh hingga pagi hari dalam kurun waktu 3 tahun ke belakang (2019-2017).




This Morning

This morning sun's not bright
Trapped in the air so tight
As if to tell that
The mourning comes tonight




 Rain Falls

Rain falls
Touch clothes, wrapped the roots
I stare around me
Merely water touch the ground
Who are the ones who most understand 
about the trees and forest,
The river and the sea, rocks and mountains?
I cannot feel anything but silence
The strongest presence ever




Radio

I've tried writing some poems
At eleven I heard the radio played my favorite song
Just one song can bring me back to the good old days
I woke up for a few seconds before the song will ends
So this is one of my poems
I'm not going to tell you what memories there
Good things are good when it's just in your head occasionaly



Near The Paved Road

I against my wall and find myself destroy
It hanging in what tomorrow brings,
others blowing in the wind
I wonder if there is a space for me
Give me a chance to grow
In time your turn to judge the flower




Observation

Key hanging hanging on the shelf
Waiting for you
Key hanging on the shelf
Cover by ashes, send the cue
Mushroom sticking
Celebrate how to survive
Without blue



Mestinya Kau Tahu Bahwa

Laut adalah catatan penting untuk kau dan aku
kita dipisah biru, riak, serta sedu sedannya
sementara nasib memiuh-miuh kata demi kata
benamkan sejenak wajah kita

Laut adalah catatan panjang untuk kau dan aku
Meski di sisa malam kita tak melihatnya
Tapi tahu ia masih di sana terikat pada pasir basah
Seperti cinta kita yang tak bersekat meski jarak sebagai pemisah




Begitu Adanya

Hari ini aku ingin duduk saja 
Di atap rumah
Biar langit menatapku termangu
Hari ini mungkin kau tidak di rumah
Dan cakrawala akan melewatimu
Semoga saja tak mengusikmu
Hanya saja kuharap
aku masih terekam pada bias putihnya
kau tengadah dan memandangku
pada kapas yang menghapus peluhmu
Begitu adanya




Takjub



Mataku ialah warna kepunahan dari kota mati
suaraku riak ombak paling sunyi menggema tiada arti
Tetapi memandangmu menghidupkan seisi kota, dan
mendengarmu sanggup memahami rahasia-rahasia




Satu Sisi




Aku rasa selalu melewatimu

saat menutup pintu kamar
pun di jalan-jalan



Aku rasa kau selalu menujuku

mengalir dalam darahku
menjadi mata dan hatiku



Aku adalah kau, barangkali

dan kalimatku tak akan pernah selesai
kata adalah kau, barangkali






Kesepian Ada di Setiap Sisi

Gedung-gedung tinggi ini
memberitahumu kesepian ada di setiap sisi:
dinding megah, gerbang dan lantai keramik
di sana kau berdiri
menepi dan tetap bergeming



Orang-orang ini

memberitahumu suara ada di setiap sudut kota
riuh rendahnya menjangkau seisi dunia



tapi di sana kau masih berdiri, mengerti

sepoi angin ini adalah isi paling sepi




Percakapan Anak Kecil

"Apakah cahaya matahari sampai ke surga?"
"Apakah surga mempunyai sudut ruang yang
tak terjangkau cahaya matahari pagi?"
"Apakah saat musim penghujan ia menjadi lembab?"
"Ah, kau seperti anak kecil!"
"Apakah hanya anak kecil yang boleh bertanya begitu?"
"Bukankah yang bertahta di Sana Bapa dan kita anak?"
"bukankah Ia besar dan kita kecil?"


Menggambar Bayangan

Kau mulai mencari bayang-bayangku
Mengurungku dalam selembar kertas putih di hatimu
Kau boleh menggambarnya sebagai kasih mesra atau cerca,
Kesetiaan atau dusta dan nestapa, penuh tawa atau derai air mata
Hapuslah aku sebagai arsiran yang tak perlu. tapi pastikan dulu kau takkan Mengingat dan menggambarku kembali.




Sebelum Akhirnya

Kau tahu sesungguhnya kita tak saling peduli sampai telingaku mendengar sepasang matamu mencatat gurat-gurat wajahku membingkai lebih kekal daripada sapuan waktu-dan matamu menatap degup jantungku suara yang tak berirama memanggil namamu bahkan sebelum kita bertemu.




Tidak Untuk Dipahami

Mari sejenak dengarkan
Tutur lembut
Lekukan demi lekukan
Bahasa tubuh
Sepasang mata
kian mengawasi
kata Cinta terlalu sering terucap
dan isyarat-isyarat menjadi debu saja



Petuah

Dan ternyata aroma kesenangan semu di jalan raya
seolah dunia menawarkan dukacita belaka. 
manusia seumpama tuan tanah, sementara 
bahagia saudara dari negri jauh yang tak kunjung datang dan 
kesedihan ialah tamu tak diundang.
Namun lambat laun kesedihan jua yang akan lesap 
bersama runtuhnya langit
Sesaat terdengar lirih saja:

“hidup adalah puisi”
“puisi adalah seni”
“seni adalah hidup itu sendiri”

Tapi apa yang paling puitis?
Berkawan dengan penderitaan
Dan berbahagia bersamanya.



Membaca Cuaca

Cuaca tak akan pernah selesai membaca
perihal kebencian-kebencian yang meracau
di dalam dadamu
hujan akan selalu menatap sayu kelam hitam
air mukamu
dan kau takkan mengerti bahkan sampai kau
merayakan penderitaan panjang
yang dijejali mimpi dan nyata bangun pagi



cuaca tak akan pernah selesai mendengar nyanyian-nyanyianmu

sampai ia lupa apa yang sedang didengar
cericit burung atau gurauan masa kecilmu
kemarau akan selalu menawarkan penat dan hujat
penduduk kota
dan kau takkan pernah mengerti sampai gerimis
terakhir turun di penghujung tahun
sebab jika kau pikirkan lagi
hidup hanyalah perkara menerima tanpa harus memahami





Rumah


Ada yang diam-diam memintamu mampir menghapus keresahan. Yang memicu datangnya kalimat-kalimat motivasi diri sendiri. Yang setiap pagi kau ikuti kau bagikan (kau tunjukkan) lalu bersiap keluar dan kembali ke rumah. Rumah yang mana?
Dinding-dinding yang merekam masa kecil dan atap yang melindungi masa remaja. Yang setiap musim hujan warna coklat memberi corak lain di pot-pot bunga, rumah yang setiap hari dilewati tetangga tapi tak pernah disapa karena yang dikenal hanya penghuninya saja – dan tentu ia tak waras jika menegur dinding rumahmu. Tapi rumah yang dibangun di atas tanah itu memang tak akan pernah tahu tegur sapa dan tak akan pernah memintamu apa-apa. Jadi rumah yang mana?
Rumah yang penghuninya hanya satu saja - selalu sendirian di malam hari; rumah yang memantulkan harapan dan seruan di malam sepi selepas rutinitas: rumah yang suka membaca hembusan dan helaan napas. betapa kau tak kemana-mana. Masuklah dalam rumahmu; rumah yang sejak belum kenal wujud telah dijaga ibu juga ayahmu; kau takkan menemukan kuncinya di saku manapun dan jari-jarimu tak akan bisa menyentuh gagang pintunya sebab rumahmu tak memiliki dinding dan daun pintu, jendela dan potret keluarga. Jangan tanya mengapa.. pulanglah.. tak ada yang tahu seperti apa rumah itu selain dirimu: tak ada yang sanggup mengerti dirimu selain rumahmu.



Persiapan

sore ini aku menyeret kata-kata
yang tak mau kukumpulkan menjadi puisi
kuseret lagi tapi mereka berhamburan dari layar laptop
kusaksikan satu kata sembunyi
di tumpukan buku
(yang lain entah ke mana)
tapi tak bisa kubaca kata apa
kukira hujan dan ranting pohon
mampu menerjemah inti jiwaku
kusisipkan satu kata lagi 
tapi aku hancur dan tak bisa kulihat diriku sendiri
"dunia yang sebenarnya ada dalam diri"




Kata (Dalam Dua Bagian)

kata-kataku tersangkut di gundukan awan hitam

kuminta ia mencarimu,
menegurmu di persimpangan jalan



suaraku diam di ujung lorong

mestinya ia menemuimu
mengatakan percakapan kita yang terlewatkan



hari berlalu dan kata-kataku terbang jauh

entah ke mana, lenyap begitu saja dari pandanganku



suaraku yang senyap kini lenyap

ia hanyut dalam aliran darahku
menyapamu dalam denyut jantungku
kurasakan suaraku bicara padamu
yang bersemayam dalam jiwaku

akhirnya kata-kataku menemukanmu
ia menjelma tulisan-tulisan yang kau baca
menjadi doa-doa yang tak letih-letihnya kau ucapkan
rupanya kau dan aku tak harus bertemu
sebab kata-kataku sudah kau bahasakan tanpa jemu




Nyanyian Kesunyian

aku suka kesunyian
sunyi berisi gelap malam
bintang-bintang
dingin pohon dan daun
lampu dan jalan lengang

aku suka kesunyian
sunyi berarti kebebasan
melepas kekhawatiran
mengubur rasa bersalah
dan belajar yang terlewatkan

aku diam di kesunyian
merasakan semilir angin
dan berharap terus berulang
waktu-waktu aku membayangkan
bayang-bayang yang dulu tidak terbayangkan

aku suka menahan kantuk
demi terus masuk dalam sunyi
tapi darah dan tubuh butuh tidur
mataku menolak lembur
seakan memberitahu
kesunyian menembus ruang dan waktu





Kelak

Kelak kita takkan berharap apa pun.
maukah kau percaya itu?
sebab harapanmu hanya menjadi bayangan
bersama kepastian-kepastian cahaya matahari





Tersesat



Aku masuk dan mendapati diriku

sesak tak mampu bernafas
bayang-bayang membuntuti
dari belakang



kekhawatiran kian mencekik dan

penderitaan memekakan telinga
kedua mataku bingung tiba pada sudut mana



Aku membuka pintu dan pergi

tapi aku ternyata tidak kemana-mana
terhimpit pada kalimat tanya:

Kau di mana?




Duka


(masih perlu revisi)

Pagi ini berkabut
sama seperti amarah yang tersulut
membakar nurani
dan kau menyala seketika



rasa iba memupuk

dan kemanusiaan berbicara
orang-orang mengutuk
tapi kau memberi ampun




Pagi ini berkabut dan aku larut

dalam hening dan air mata
begitu saja keluar
membaca beritamu di layar
hatiku remuk dan tak terbayang hancurnya nuranimu



Aku tak mengenalmu

barangkali yang lain juga
tapi namamu mekar di kuncup-kuncup bunga
perjuanganmu terekam di setapak berbatu
dan harapan terus menyala dalam hitam emosi jiwa

0 comments:

Pages (8)1234567 »